NawaBineka – Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meluruskan anggapan bahwa dirinya mengkhianati Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri. Isu ‘perang dingin’ antara keduanya disebut-sebut berawal dari rivalitas politik menjelang Pilpres 2004, ketika SBY masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) di Kabinet Gotong Royong yang dipimpin Megawati.
Dalam pernyataannya, SBY menegaskan bahwa keputusannya maju sebagai calon presiden di Pilpres 2004 dilakukan setelah dirinya keluar dari kabinet. Oleh karena itu, ia menegaskan tidak pernah mengkhianati Megawati seperti yang selama ini berkembang di publik.
“Pada saat saya maju, ada yang mengatakan Pak SBY kan masih di pemerintahan kok maju, itu salah. Saya sudah di luar pemerintahan,” ujar SBY saat silaturahmi dengan 38 Ketua DPD Partai Demokrat, Minggu (23/2).
Ia juga mengungkapkan bahwa ketika pertama kali mengampanyekan Partai Demokrat di Banyuwangi dan Bali, dirinya sudah bukan bagian dari pemerintahan.
“Jadi apalagi setelah maju jadi capres setelah pemilu legislatif, saya sudah di luar pemerintahan. Ini meluruskan sejarah yang dibengkokkan ke sana ke sini,” tambahnya.
Demokrat Diremehkan di Awal Berdiri
SBY juga bercerita bagaimana Partai Demokrat sempat diremehkan sebelum akhirnya menjadi partai besar. Ia mengingat bagaimana banyak pihak mempertanyakan keberadaan dan logo partai yang saat itu masih baru.
“Partai baru tidak dilihat, apa itu gambarnya tiga berlian, mercy apa itu nggak jelas, tidak apa-apa. Bismillah kita berjuang step by step, tidak ada yang mudah, tidak ada yang mau,” katanya.
Namun, meskipun diremehkan, Partai Demokrat akhirnya mendapatkan dukungan besar dari masyarakat. Dukungan itu pun membawa Demokrat menjadi salah satu partai politik terbesar di Indonesia.
“Tuhan maha besar, dengan dukungan rakyat yang kuat, singkat kata, Partai Demokrat berdiri masuk lima besar, dan subhanallah walhamdulillah saya terpilih menjadi Presiden RI,” ucapnya.
SBY dan Megawati Bertarung di Pilpres 2004
Persaingan politik antara SBY dan Megawati mencapai puncaknya di Pilpres 2004. Saat itu, SBY maju bersama Jusuf Kalla, sementara Megawati menggandeng Hasyim Muzadi sebagai cawapres.
Meskipun Megawati saat itu merupakan petahana, ia gagal mempertahankan kursinya. Dalam pemilihan langsung yang pertama kali digelar di Indonesia, pasangan SBY-Jusuf Kalla meraih kemenangan dengan perolehan suara 60,62 persen, mengungguli Megawati-Hasyim Muzadi yang hanya mendapatkan 39,38 persen suara.
Sejak saat itu, hubungan antara SBY dan Megawati dikabarkan memburuk dan tidak sejalan secara politik. Namun, SBY menegaskan bahwa keputusannya untuk maju dalam Pilpres 2004 dilakukan dengan mengikuti aturan yang berlaku dan bukan bentuk pengkhianatan terhadap Megawati.