NawaBineka – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam Rapat Paripurna yang digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis (20/3/2025).
Pengesahan ini dilakukan setelah DPR dan pemerintah menyelesaikan pembahasan revisi UU TNI yang mencakup sejumlah perubahan penting dalam aturan mengenai tugas dan kewenangan TNI.
“Sekarang tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap RUU Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia. Apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” tanya Ketua DPR Puan Maharani, yang memimpin jalannya rapat.
“Setuju,” jawab serempak para anggota DPR yang hadir.
“Terima kasih,” ujar Puan sembari mengetukkan palu tanda pengesahan UU.
Poin-Poin Penting dalam Revisi UU TNI
Revisi UU TNI ini membawa beberapa perubahan signifikan, termasuk perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif TNI dan penambahan usia pensiun bagi personel militer.
- Perluasan Jabatan Sipil untuk Prajurit Aktif
- Dalam aturan yang baru, jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif bertambah dari 10 menjadi 15 institusi.
- Beberapa instansi baru yang diperbolehkan diisi oleh prajurit aktif antara lain Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Kejaksaan Agung.
- Penambahan Usia Pensiun Prajurit TNI
- Usia pensiun bintara dan tamtama diperpanjang hingga 55 tahun.
- Perwira dengan pangkat kolonel ke bawah pensiun pada usia 58 tahun, sementara perwira tinggi (pati) bintang satu pensiun di usia 60 tahun.
- Pati bintang dua hingga bintang empat mendapatkan tambahan masa dinas lebih lama dengan usia pensiun maksimal 62 hingga 63 tahun, bahkan bisa diperpanjang oleh Presiden jika dibutuhkan.
Dinamika dalam Pembahasan RUU
Proses revisi UU TNI sempat menuai polemik di kalangan masyarakat sipil dan akademisi. Sejumlah pihak khawatir bahwa perubahan ini berpotensi membuka kembali dwifungsi ABRI seperti di era Orde Baru.
Namun, pemerintah dan DPR menegaskan bahwa revisi ini tetap dalam koridor reformasi militer. Mereka memastikan bahwa aturan yang baru tidak akan membawa TNI kembali masuk ke ranah politik praktis.
“Ini adalah langkah untuk memastikan bahwa peran TNI dalam pemerintahan tetap proporsional, tanpa mengganggu supremasi sipil,” ujar Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, dalam pembahasan sebelumnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa revisi ini telah melalui berbagai dialog dengan Koalisi Masyarakat Sipil sebelum disahkan.
“Kami sudah berdiskusi dengan banyak pihak, termasuk akademisi dan aktivis. Revisi ini bukan untuk mengembalikan militerisme, tetapi justru untuk menyesuaikan dengan kebutuhan zaman,” kata Dasco.
Tantangan dan Proyeksi ke Depan
Setelah pengesahan ini, pemerintah memiliki tugas besar untuk mengimplementasikan aturan baru dalam revisi UU TNI. Regulasi turunan, seperti peraturan presiden dan peraturan menteri, perlu segera disusun agar revisi UU dapat diterapkan dengan baik.
Selain itu, pengawasan terhadap implementasi aturan ini juga menjadi sorotan. Sejumlah pihak menilai bahwa perlu ada mekanisme kontrol yang lebih kuat agar kebijakan ini tidak disalahgunakan dan tetap sejalan dengan reformasi sektor keamanan.
Dengan disahkannya revisi UU TNI, babak baru dalam dinamika hubungan militer dan sipil di Indonesia pun dimulai. Pemerintah dan DPR kini diharapkan dapat memastikan bahwa revisi ini benar-benar membawa dampak positif bagi pertahanan negara, tanpa mengorbankan prinsip demokrasi dan supremasi sipil.