Tuesday, December 24, 2024
spot_img
HomeNewsEkonomiPrabowo Dengar Saran Masyarakat Soal PPN 12%

Prabowo Dengar Saran Masyarakat Soal PPN 12%

NawaBineka – Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang penting, memainkan peran krusial dalam mendukung pembangunan ekonomi. Baru-baru ini, pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, memutuskan untuk menerapkan tarif PPN baru sebesar 12% yang telah menjadi perhatian publik.

Penerapan PPN ini mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak, menciptakan dinamika terkait kebijakan fiskal di negara ini. Keputusan mengenai tarif PPN baru ini tidak terlepas dari konteks ekonomi dan tuntutan daya saing global.

Baca Juga: Prabowo Wacanakan Pengampunan Koruptor: Antara Solusi Pengembalian Uang Negara atau Kontroversi Hukum

PPN yang lebih tinggi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara untuk mendanai program-program pembangunan. Namun, kebijakan ini juga menghadapi kritik, terutama dari kalangan masyarakat dan partai oposisi.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI yang juga politikus Partai Gerindra, Ahmad Muzani mengatakan banyaknya protes dari masyarakat terkait penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% adalah hal yang wajar. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gerindra itu menyebut sah-sah saja pemerintah dan masyarakat memiliki pandangan berbeda terkait kebijakan tersebut.

“Saya kira itu, sebagai sebuah proses demokrasi, adalah sesuatu yang wajar-wajar saja,” kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/12/2024).

Namun, Muzani menambahkan, pihaknya menjamin semua pandangan, kritik, saran yang berkembang di masyarakat akan diterima sebagai sebuah catatan sebelum Presiden Prabowo Subianto mengambil keputusan.

“Pak Prabowo memahami keberatan-keberatan tersebut. Nanti pada waktunya, Beliau akan mengumumkan itu semua. Apa saja poin-poin yang harus diambil untuk dilakukan penaikan,” terangnya.

Dia juga mengeklaim pemerintah akan mendengarkan seluruh keluhan dari masyarakat, salah satunya soal kejelasan barang-barang apa saja yang dikenakan PPN 12 persen.
orites

“Makanya kemudian sekarang kan ada terjadi pandangan dari masyarakat, pandangan-pandangan yang berbeda, termasuk masukan-masukan Pak Prabowo. Pemerintah mendengar, menyimak semua pandangan-pandangan itu dengan saksama,” urainya.

“Itu akan jadi masukan Pak Presiden, nanti akan disampaikan oleh Presiden atau pemerintah pada waktunya,” sambungnya.

Respons dari PDIP dan Koalisi

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang merupakan bagian dari koalisi pemerintahan menyatakan pentingnya kajian ulang terkait penerapan PPN 12%. Deddy Y Sitorus, seorang anggota PDIP, menekankan bahwa kritik yang muncul bukanlah bentuk menyalahkan pemerintahan Prabowo, melainkan mendorong agar pemerintahan mencermati dampak kebijakan ini terhadap masyarakat.

Selain itu, Novita Wijayanti dari PDIP memberikan tanggapan mengenai usulan PPN 12% dengan menunjukkan bahwa partainya sendiri yang mengusulkan kebijakan tersebut. Ia juga mencatat bahwa sekarang seolah-olah ada upaya untuk melempar kesalahan kepada Presiden Prabowo, padahal beliau baru berkuasa selama dua bulan.

Penerapan PPN: Keberpihakan Pada Masyarakat

Presiden Prabowo sendiri menegaskan bahwa penerapan PPN 12% akan dilakukan secara selektif, terutama hanya untuk barang-barang mewah. Dalam penjelasannya, Prabowo menyatakan bahwa kebijakan tersebut sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan menjadi bagian dari tanggung jawab pemerintah untuk melaksanakan ketentuan tersebut.

“Kan sudah diberi penjelasan ya, PPN adalah undang-undang. Ya kita akan laksanakan, tapi selektif hanya untuk barang mewah,” kata Prabowo kepada wartawan di Istana Negara.

Sejumlah pemangku kepentingan, termasuk Puan Maharani, mengungkapkan keprihatinan tentang dampak penerapan PPN 12% terhadap kelas menengah di Indonesia. Puan menekankan pentingnya pemerintah untuk mempertimbangkan masukan dari berbagai kalangan, agar kebijakan ini tidak memberikan beban berlebih kepada masyarakat.

Sementara itu, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Satria, menggarisbawahi potensi dampak negatif dari PPN 12%, seperti penurunan Produk Domestik Bruto (GDP), inflasi yang meningkat, dan dampak terhadap sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa diskusi tentang PPN 12% melibatkan berbagai aspek ekonomi yang kompleks.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan juga terlibat dalam diskusi ini dengan memberikan klarifikasi mengenai objek pajak yang dikenakan tarif PPN. Mereka menegaskan bahwa kebijakan PPN berlaku umum bagi semua barang dan jasa, meski semula disampaikan bahwa PPN 12% akan dikenakan secara selektif.

Klarifikasi DJP ini bertujuan untuk mengurangi kebingungan di kalangan masyarakat mengenai apakah transaksi tertentu seperti menggunakan QRIS akan dikenakan PPN 12%. Dengan demikian, komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat menjadi sangat penting dalam pelaksanaan kebijakan ini.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments