NawaBineka – Drama politik di Korea Selatan semakin memanas setelah Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer pada awal Desember 2024. Pengumuman tersebut dilakukan di tengah tuduhan bahwa kubu oposisi pemerintah bersekongkol dengan Korea Utara (Korut) dalam aktivitas yang dianggap ‘anti-negara’.
Tindakan ini tidak hanya memicu reaksi dari dalam negeri tetapi juga mendapatkan sorotan tajam dari pihak Korut yang cepat memberikan respons.
Setelah deklarasi darurat militer yang tidak bertahan lama itu, situasi di Korea Selatan menjadi tidak menentu. Mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun ditangkap terkait dugaan perannya dalam krisis tersebut.
Penangkapan ini menambah kompleksitas dalam skenario politik yang sudah tidak stabil, menandakan bahwa konsekuensi dari keputusan Yoon tidak hanya berbatas pada urusan pemerintah, tetapi juga menjadikan institusi pertahanan sebagai sorotan utamapublik.
Respons Korut
Korea Utara tidak hanya menonton dari jauh. Melalui media pemerintahnya, Rodong Sinmun, Korut mengeluarkan kritik pedas terhadap Yoon Suk Yeol. Mereka menyebut kegagalan dalam memberlakukan darurat militer sebagai indikator kelemahan sistem yang ada di Korea Selatan.
Media tersebut melaporkan, ‘Masyarakat internasional sedang mengamati dengan saksama, menilai bahwa insiden darurat militer tersebut menyingkap kelemahan di dalam masyarakat Korea Selatan…’.
“Insiden mengejutkan dari boneka Yoon Suk Yeol, yang menghadapi pemakzulan dan krisis pemerintahan, tiba-tiba mengumumkan dekrit darurat militer dan tanpa ragu-ragu menggunakan senjata dan pisau kediktatoran fasisnya telah menimbulkan kekacauan di seluruh Korsel,” tulisnya dimuat AFP, Rabu (11/12/2024).
“Masyarakat internasional mengawasi dengan ketat, dengan penilaian bahwa insiden darurat militer tersebut mengungkap kerentanan dalam masyarakat Korea Selatan. Para komentator menggambarkan pernyataan darurat militer yang tiba-tiba dari Yoon sebagai langkah putus asa dan bahwa kehidupan politik Yoon Suk Yeol bisa berakhir lebih awal,” tambahnya.
“Tindakan gilanya, yang mengingatkan kita pada kudeta selama kediktatoran militer beberapa dekade yang lalu, telah menuai kecaman keras dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk partai oposisi, dan semakin meledakkan semangat publik untuk pemakzulan,” tutup pernyataan Korut itu.
Sikap ini menunjukkan bahwa Korut tetap aktif memberikan narasi, terutama saat situasi politik di Korsel semakin memburuk. Narasi yang dibentuk oleh Korut ini bisa jadi bertujuan untuk memperkuat citra mereka di mata dunia, sembari memperlemah legitimasi pemerintahan yang ada di Seoul sekaligus menciptakan potensi bagi peningkatan ketegangan di kedua negara.
Dampak terhadap Politik dalam Negeri
Drama politik yang terlahir dari pengumuman darurat militer ini menyisakan beban berat bagi Presiden Yoon. Dia tidak hanya dihadapkan pada isu internal terkait dukungan politik, tetapi juga pada risiko pemakzulan yang semakin nyata.
Dalam situasi ini, anggota parlemen oposisi menuduh Yoon telah menyalahgunakan kekuasaan militer untuk menghalangi pemungutan suara yang hendak membatalkan dekrit darurat militer yang mereka anggap tidak konstitusional.
Menghadapi tuduhan serius ini, Yoon kemungkinan akan terpaksa bertindak lebih defensif, berusaha mempertahankan kekuasaannya di tengah desakan yang menguat dari pihak oposisi.
Kondisi yang semakin tidak menguntungkan, dia telah menunjukkan sikap penolakan untuk mundur, dengan berharap bisa bertahan karena hanya enam hakim yang ada saat ini. Situasi ini memperlihatkan betapa volatile-nya situasi politik di Korea Selatan saat ini.
Pihak oposisi berencana untuk mengajukan mosi pemakzulan kedua 14 Desember nanti. Yoon sendiri kini berstatus tersangka dan dilarang keluar dari Korsel bersama dua mantan menterinya, yakni Kim Yong Hyun (mantan menteri pertahanan) dan Lee Sang Min (mantan menteri dalam negeri).
“Jenderal Park An Su, perwira yang bertanggung jawab atas operasi darurat militer, dan komandan kontraintelijen pertahanan Yeo In Hyung juga dilarang meninggalkan Korsel,” bunyi laporan Yonhap.
Menantikan Tindak Lanjut di Korsel
Pada akhirnya, respons dan tindakan Korea Utara terhadap drama politik di Korea Selatan menggambarkan dinamika yang kompleks dalam hubungan antara dua negara. Meski Yoon berusaha untuk tetap teguh, potensi pemakzulan dan serangkaian masalah yang menghampiri pemerintahannya menunjukkan bahwa posisi kepemimpinannya sangat rawan.
Melihat dampak yang terus berlanjut, masa depan pemerintahan Yoon seolah menggantung seiring dengan polemik yang terus berlanjut. Harapan yang kini mengambang bagi rakyat Korsel adalah adanya solusi yang baik bagi situasi yang memanas, dengan pertimbangan bahwa ketidakstabilan politik hanya akan merugikan semua pihak.
Perkembangan ke depan seharusnya diamati dengan berfokus pada bagaimana pemimpin Korsel akan merespons desakan yang ada sambil menghadapi sorotan dari Korut dan umat dunia.