NawaBineka – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Selasa, 23 Desember 2024.
Penetapan ini diambil sesuai dengan Surat Penyidikan Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 yang dikeluarkan oleh lembaga antirasuah tersebut. Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan dalam konferensi pers bahwa Hasto terlibat dalam kasus yang terkait dengan mantan caleg PDIP, Harun Masiku.
Keterlibatan Hasto dalam kasus ini mencakup tuduhan bahwa ia menghalangi penyidikan dan penangkapan Harun Masiku. Menurut penjelasan KPK, Hasto diduga memerintahkan salah seorang pegawainya untuk menghubungi Harun Masiku dan memberikan instruksi agar melarikan diri saat akan dilakukan penangkapan oleh KPK.
Seperti diketahui, dalam proses pemilihan legislatif tahun 2019, Harun Masiku hanya mendapatkan suara sebanyak 5.878. Sedangkan Riezky mendapatkan suara sebanyak 44.402.
”Hasto berperan menempatkan Masiku pada Dapil 1 Sumsel padahal berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan,” tutur Setyo dalam konferensi pers di Gedung KPK.
Setyo menambahkan, ada upaya lain dari Hasto agar Masiku tetap lolos ke menjadi Anggota DPR RI. Pertama, pengajuan Judicial Review kepada Mahkamah Agung pada 24 juni 2019.
Kedua, penandatanganan surat nomor 2576/ex/dpp/viii/2019 pada 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan putusan Judicial Review. Namun setelah ada putusan dari Mahkamah Agung, KPU tidak mau melaksanakan putusan tersebut.
Oleh Sebab itu, Hasto meminta Fatwa kepada MA. Selain itu Hasto juga berupaya agar Riezky mau mengundurkan diri untuk diganti oleh Masiku, namun upaya tersebut ditolak Riezky.
Hasto juga pernah memerintahkan Saeful Bahri, tersangka lainnya untuk bertemu Riezky di Singapura dan meminta mundur. Namun hal tersebut juga ditolak.
“Bahkan surat undangan pelantikan sebagai anggota DPR RI atas nama Riezky Aprilia ditahan oleh Saudara HK dan meminta Saudari Riezky untuk mundur setelah pelantikan,” beber Setyo.
Setyo membeberkan, Hasto kemudian bekerja sama dengan Harun Masiku, Saeful, dan Donny untuk melakukan penyuapan kepada Wahyu dan Tio. Dijelaskan Setyo, pada 31 Agustus 2019, Hasto menemui Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan meminta untuk memenuhi 2 usulan yang diajukan oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP), yaitu Masiku dari Dapil 1 Sumsel dan Maria Lestari dari Dapil 1 Kalbar.
Dari proses pengembangan penyidikan, Setyo menyampaikan ada bukti petunjuk bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu berasal dari Hasto.
“Bahwa dalam proses perencanaan sampai dengan penyerahan uang Saudara HK mengatur dan mengendalikan Saudara Saeful Bahri dan Saudara DTI dalam memberikan suap kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan,” ungkap Setyo.
Hasto juga mengatur dan mengendalikan Donny untuk menyusun kajian hukum Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.57P/HUM/2019 pada 5 Agustus 2019 dan surat permohonan pelaksanaan permohonan Fatwa MA ke KPU.
Tak sampai di situ, Hasto juga mengatur dan mengendalikan Donny untuk melobi Wahyu agar dapat menetapkan Masiku sebagai anggota DPR RI terpilih dari Dapil I Sumsel. Hasto juga mengatur dan mengendalikan Donny aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu melalui Tio.
Selanjutnya, Hasto bersama-sama dengan Masiku, Saeful dan Donny melakukan penyuapan terhadap Wahyu, Tio sebesar SGD 19.000 dan SGD 38.350 pada periode 16 Desember 2019 sampai 23 Desember 2019, agar Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil 1 Sumsel.
Pernyataan Resmi Hasto
Setelah ditetapkannya sebagai tersangka, Hasto menyampaikan pendapatnya melalui sebuah pernyataan resmi. Dalam ungkapannya, Hasto mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Indonesia dan menegaskan bahwa PDI Perjuangan menghormati proses hukum yang berlaku.
Dia menekankan, bahwa partai tersebut adalah entitas yang taat hukum dan menjunjung tinggi supremasi hukum.
“Terima kasih, seluruh masyarakat Indonesia yang saya cintai dan banggakan. Setelah penetapan saya sebagai tersangka oleh KPK, maka sikap dari PDI Perjuangan adalah menghormati keputusan dari KPK. Kami adalah warga negara yang taat hukum, PDI Perjuangan adalah partai yang menjunjung tinggi supremasi hukum,” ujar Hasto Kristiyanto.
Dalam pernyataannya, Hasto menggarisbawahi pentingnya prinsip-prinsip yang dipegangnya sebagai seorang kader PDI Perjuangan dan pengikut idealisme Bung Karno. Ia mencatat bahwa sebagai seorang politisi, ia menyadari berbagai risiko yang mungkin dihadapi saat mengungkapkan pendapat dan memperjuangkan demokrasi.
Hasto merujuk pada buku karya Cindy Adams yang seharusnya menjadi panduan perjuangan PDI Perjuangan. Ia menekankan bahwa partainya tidak akan mundur dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi dan keadilan sosial. Dengan berani, Hasto mengakui bahwa ia siap menghadapi konsekuensi hukum dari agensi penegak hukum.