NawaBineka – Patah hati adalah pengalaman emosional yang hampir semua orang pernah rasakan. Rasa sakit yang ditimbulkan bisa sangat mendalam, seolah-olah ada sesuatu yang benar-benar terluka di dalam tubuh.
Meski rasa sakit ini bukan cedera fisik, dampaknya bisa sangat nyata, bahkan memengaruhi keseharian kita. Lalu, mengapa patah hati terasa begitu menyakitkan?
Baca Juga: Terungkap Pungli Rutan KPK Buat Dapat “Mainan”, Koruptor Diminta Setor Ratusan Juta Rupiah
Penelitian ilmiah telah mengungkap bahwa ada penjelasan biologis dan psikologis di balik rasa sakit emosional ini. Ketika seseorang mengalami patah hati, otak bereaksi dengan cara yang mirip seperti ketika tubuh mengalami rasa sakit fisik.
Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa area otak yang diaktifkan saat mengalami penolakan sosial atau kehilangan orang yang dicintai adalah area yang sama dengan yang aktif saat merasakan nyeri fisik.
Area tersebut, yaitu korteks cingulate anterior dan insula, bertanggung jawab untuk merasakan dan memproses rasa sakit. Inilah mengapa patah hati bisa terasa begitu menyakitkan, seolah-olah luka emosional diterjemahkan sebagai luka fisik.
Hormon juga memainkan peran penting dalam pengalaman patah hati. Selama hubungan romantis, otak melepaskan hormon seperti dopamin dan oksitosin, yang dikenal sebagai “hormon kebahagiaan” dan “hormon cinta.” Hormon-hormon ini memberikan perasaan senang, nyaman, dan terhubung.
Namun, ketika hubungan tersebut berakhir, tingkat hormon ini turun drastis, dan tubuh mengalami apa yang bisa disebut sebagai “penarikan emosional.” Penurunan hormon ini menyebabkan perasaan cemas, depresi, dan kehilangan, mirip dengan gejala putus zat yang dialami oleh pecandu.
Tidak hanya itu, tubuh juga meningkatkan produksi hormon stres seperti kortisol saat mengalami patah hati. Peningkatan kortisol dapat menyebabkan gejala fisik seperti jantung berdebar, gangguan tidur, dan nafsu makan yang tidak stabil.
Kortisol juga berperan dalam meningkatkan perasaan cemas dan stres, memperburuk kondisi emosional yang sudah tidak stabil. Kombinasi dari semua reaksi kimia ini membuat patah hati terasa lebih berat dan lebih sulit untuk dilalui.
Selain reaksi biologis, faktor psikologis juga berkontribusi besar pada rasa sakit emosional. Patah hati sering kali memicu perasaan penolakan, kehilangan, dan kegagalan, yang semuanya dapat mengikis harga diri dan membuat seseorang merasa tidak berharga.
Perasaan ini dapat memunculkan pola pikir negatif yang memperpanjang proses penyembuhan. Merenungkan kembali kenangan indah dari hubungan yang berakhir sering kali memperburuk kondisi ini, membuat seseorang terjebak dalam lingkaran emosi yang menyakitkan.
Proses penyembuhan patah hati memerlukan waktu dan usaha yang tidak sedikit. Terapi, dukungan dari teman dan keluarga, serta kegiatan yang positif bisa sangat membantu dalam mengatasi rasa sakit emosional ini.
Baca Juga: Waspada! Ini 5 Weton yang Terkenal Suka Marah dan Cara Menghadapinya
Menjaga kesehatan fisik melalui olahraga dan makan yang sehat juga berperan penting dalam mempercepat pemulihan, karena aktivitas fisik dapat merangsang produksi hormon endorfin yang membantu memperbaiki suasana hati.
Meski terasa sangat menyakitkan, patah hati adalah bagian dari pengalaman manusia yang dapat membuat seseorang lebih kuat dan bijaksana. Setiap luka emosional, sekeras apapun, bisa menjadi pelajaran berharga tentang cinta, kehilangan, dan diri sendiri.
Dengan waktu, dukungan, dan kesabaran, rasa sakit tersebut akan mereda, memberi ruang untuk tumbuh dan menemukan kebahagiaan kembali.