Wednesday, April 16, 2025
spot_img
HomeNewsNasionalKapolri Minta Maaf, Ajudan Diduga Pukul Wartawan di Semarang: Ini Kronologinya

Kapolri Minta Maaf, Ajudan Diduga Pukul Wartawan di Semarang: Ini Kronologinya

Nawabineka – Insiden yang bikin heboh dunia jurnalistik terjadi saat kunjungan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo ke Stasiun Tawang, Semarang, Sabtu (5/4/2025). Seorang ajudannya diduga melakukan kekerasan fisik dan intimidasi terhadap wartawan yang sedang bertugas.

Kapolri pun langsung buka suara. “Saya cek dulu, karena saya baru mendengar dari link berita ini,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (6/4/2025). Meski begitu, beliau mengaku sangat menyesalkan jika kejadian itu benar-benar terjadi. “Namun kalau benar itu terjadi, saya sangat menyesalkan kejadian tersebut, karena hubungan kita dengan teman-teman media sangat baik.”

Dalam pernyataan lanjutannya, Kapolri menegaskan akan menelusuri kebenaran dugaan tersebut dan menindak tegas jika terbukti. “Segera saya telusuri dan tindaklanjuti,” tegasnya. Ia juga menyampaikan permintaan maaf kepada awak media yang merasa dirugikan. “Secara pribadi saya minta maaf terhadap insiden yang terjadi, dan membuat tidak nyaman rekan-rekan media.”

Kejadian bermula saat Kapolri sedang menyapa penumpang yang duduk di kursi roda. Menurut Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Semarang, Dhana Kencana, sejumlah jurnalis dan humas yang sedang mengambil gambar dari jarak wajar tiba-tiba didorong kasar oleh seorang ajudan. Salah satu pewarta foto, Makna Zaezar dari Kantor Berita Antara, bahkan dipukul di bagian kepala ketika mencoba menyingkir dari kerumunan.

Yang bikin tambah geram, ajudan tersebut sempat mengancam jurnalis lain dengan kalimat, “Kalian pers, saya tempeleng satu-satu.” Beberapa jurnalis juga melaporkan mengalami dorongan fisik hingga dicekik. Situasi ini menciptakan trauma dan kekhawatiran besar di kalangan jurnalis.

Menurut Dhana, kejadian ini masuk dalam kategori pelanggaran terhadap Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. “Peristiwa kekerasan tersebut merupakan pelanggaran Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kekerasan terhadap jurnalis adalah ancaman terhadap kebebasan pers dan demokrasi,” tegasnya.

Kasus ini masih dalam sorotan tajam publik. Harapannya, proses penyelidikan berjalan transparan dan jadi pembelajaran agar profesionalisme dan keamanan kerja jurnalis tetap terjaga.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments