NawaBineka – Untuk pertama kalinya, ilmuwan berhasil mengamati secara langsung bagaimana molekul air terbelah menjadi hidrogen dan oksigen. Temuan ini membuka wawasan baru dalam efisiensi produksi bahan bakar hidrogen, yang selama ini masih terhambat oleh kebutuhan energi tinggi.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Science Advances pada 5 Maret 2025 ini mengungkap fakta mengejutkan: sebelum molekul air terpecah, mereka terlebih dahulu melakukan gerakan akrobatik mikro dengan berputar 180 derajat.
Fenomena ini memerlukan tambahan energi, yang menjelaskan mengapa proses pemisahan air lebih boros energi dibandingkan dengan perhitungan teoritis sebelumnya.
Para ilmuwan berharap pemahaman baru ini dapat membantu menciptakan metode pemisahan air yang lebih efisien, sehingga produksi hidrogen sebagai bahan bakar ramah lingkungan bisa menjadi lebih murah dan praktis.
Pentingnya Hidrogen sebagai Sumber Energi Masa Depan
Hidrogen telah lama dianggap sebagai salah satu sumber energi paling potensial untuk menggantikan bahan bakar fosil. Bahan bakar ini memiliki sejumlah keunggulan, seperti kemampuannya menggerakkan kendaraan besar, termasuk kapal kargo, serta menjadi alternatif dalam industri baja dan pupuk.
Keunggulan lainnya, pembakaran hidrogen hanya menghasilkan air sebagai residu, bukan karbon dioksida yang memperburuk perubahan iklim.
Namun, salah satu kendala terbesar dalam produksi hidrogen adalah biaya dan efisiensinya. Saat ini, sebagian besar hidrogen masih diproduksi menggunakan bahan bakar fosil, dan biaya produksinya bisa mencapai enam kali lipat dibandingkan bahan bakar fosil.
Menurut data International Energy Authority (IEA), produksi hidrogen global hanya mencapai 107 juta ton pada 2023, jauh dari kebutuhan tahunan sebesar 354 juta ton.
Untuk memproduksi hidrogen, air harus dipisahkan menjadi hidrogen dan oksigen dengan menggunakan tegangan listrik dalam proses elektrolisis. Proses ini umumnya menggunakan katalis berbasis iridium untuk meningkatkan efisiensi reaksi evolusi oksigen.
Namun, iridium adalah bahan langka dan mahal, sehingga masih menjadi hambatan besar dalam produksi hidrogen berskala besar.
“Akhirnya, energi yang dibutuhkan lebih besar daripada yang dihitung secara teoritis. Jika dihitung, seharusnya hanya memerlukan 1,23 volt, tetapi kenyataannya, dibutuhkan sekitar 1,5 hingga 1,6 volt,” kata Franz Geiger, profesor kimia dari University of Northwestern, dikutip dari Live Science, Rabu (12/3/2025).
Menurutnya, voltase tambahan tersebut meningkatkan biaya produksi hidrogen dan menjadi alasan utama mengapa proses elektrolisis air belum bisa diterapkan dalam skala besar.
Misteri Pembalikan Molekul Air Terungkap
Untuk memahami mengapa pemisahan air membutuhkan energi lebih besar dari perhitungan teoritis, para ilmuwan melakukan eksperimen dengan menempatkan air pada elektroda dan mengamati posisi molekulnya menggunakan laser.
Saat tegangan listrik diterapkan, molekul air menunjukkan perilaku yang tak terduga. Mereka tiba-tiba berbalik, sehingga dua atom hidrogen menghadap ke atas dan atom oksigen menghadap ke bawah.
“Elektroda bermuatan negatif, sehingga molekul air ingin menempatkan atom hidrogen bermuatan positifnya ke permukaan elektroda,” jelas Geiger.
Namun, dalam posisi ini, transfer elektron dari atom oksigen ke elektroda menjadi terhambat. Ketika medan listrik cukup kuat, molekul air melakukan rotasi cepat, membalikkan posisinya sehingga atom oksigen mengarah ke elektroda.
Pada titik inilah hidrogen terlepas, dan oksigen dapat mentransfer elektronnya ke elektroda.
Dengan mengukur jumlah molekul yang berputar serta energi yang dibutuhkan, para ilmuwan menemukan bahwa pembalikan molekul ini adalah langkah penting dalam proses pemisahan air.
Selain itu, mereka juga menemukan bahwa kondisi dengan pH lebih tinggi dapat membuat proses ini lebih efisien.
Implikasi bagi Masa Depan Energi Hidrogen
Penemuan ini menjadi dasar bagi pengembangan katalis yang lebih efisien untuk mempermudah proses elektrolisis air. Dengan pemahaman lebih mendalam tentang bagaimana molekul air bereaksi dalam elektrolisis, para ilmuwan berharap bisa menemukan cara untuk menekan kebutuhan energi, sehingga pemisahan air menjadi lebih hemat biaya.
“Pekerjaan kami menggarisbawahi betapa sedikitnya pengetahuan kita tentang air di antarmuka. Air itu rumit, dan teknologi baru kami dapat membantu kita memahaminya dengan lebih baik,” ujar Geiger.
Jika penelitian ini terus dikembangkan, teknologi pemisahan air bisa menjadi lebih efisien dan lebih terjangkau, yang pada akhirnya akan membantu mempercepat transisi dunia menuju energi bersih berbasis hidrogen.