NawaBineka – Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) resmi mengumumkan struktur kepengurusan lengkap mereka. Dipimpin oleh CEO Rosan Roeslani, Danantara menggandeng sejumlah figur ahli baik dari dalam maupun luar negeri yang dinilai memiliki kapabilitas tinggi dan pengalaman mumpuni dalam pengelolaan investasi skala besar, karena mencapai hampir senilai Rp10 ribu triliun.
Dalam pernyataan resminya, Rosan menegaskan bahwa proses seleksi jajaran pengurus Danantara dilakukan secara ketat dan menyeluruh. Mereka yang terpilih bukan hanya expert di bidangnya, namun juga diyakini memiliki visi dan misi yang sejalan dengan arah Danantara ke depan.
“Tugas yang kami emban sangat luar biasa, yakni mengelola investasi negara. Untuk itu, dibutuhkan orang-orang yang tidak hanya kompeten, tapi juga memiliki integritas tinggi,” ujar Rosan.
Danantara merupakan lembaga pengelola investasi strategis yang dibentuk pemerintah untuk mengonsolidasikan kekuatan aset negara dan memperkuat daya saing ekonomi nasional. Pendanaan awal (initial funding) Danantara diproyeksikan mencapai USD 20 miliar, atau setara dengan lebih dari Rp300 triliun.
Nilai ini berasal dari pengalihan saham BUMN strategis yang sebelumnya dimiliki langsung oleh negara. Pada tahap awal, Danantara akan mengelola aset dari tujuh BUMN jumbo, yaitu PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT PLN, PT Pertamina, PT Telkom Indonesia Tbk, dan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID).
Namun informasi terkini menyebutkan bahwa cakupan Danantara diperluas hingga mengelola seluruh aset BUMN, bukan hanya tujuh perusahaan awal. Bila hanya mengacu pada tujuh BUMN tersebut, total dana kelolaan Danantara diperkirakan mencapai Rp9.000 triliun.
Namun dengan proyeksi tambahan BUMN lainnya, nilai total aset yang dikelola bisa menembus Rp9.924,23 triliun, berdasarkan data terbaru dari 10 perusahaan pelat merah yang masuk dalam pengelolaan.
Langkah strategis lain yang ditempuh pemerintah adalah pengalihan saham seri B sejumlah BUMN kepada PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Aksi korporasi ini dilakukan pada 22 Maret 2025 sebagai bagian dari penambahan penyertaan modal negara ke Danantara.
BKI kini menjadi pemegang saham seri B untuk perusahaan-perusahaan besar seperti PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), PT Jasa Marga Tbk (JSMR), PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), hingga empat bank pelat merah: Bank Mandiri (BMRI), BRI (BBRI), BNI (BBNI), dan BTN (BBTN).
Meski kepemilikan saham dialihkan, kendali negara tetap dijaga melalui skema saham Seri A Dwiwarna yang masih dipegang oleh pemerintah. Artinya, pengalihan tersebut hanya bersifat administratif dan tidak mengubah kendali penuh pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan strategis tersebut.
“Dengan struktur ini, negara tetap menjadi pemegang kendali, hanya saja sekarang melalui kepemilikan tidak langsung lewat BKI. Ini bagian dari optimalisasi struktur pengelolaan aset negara agar lebih profesional dan terintegrasi,” tulis pemerintah dalam keterbukaan informasi.
Ke depan, Danantara diharapkan bisa berperan sebagai sovereign wealth fund dalam format yang berbeda dari Lembaga Pengelola Investasi (LPI), dengan fokus utama pada peningkatan nilai strategis dan komersial aset negara.
Dengan aset hampir Rp10.000 triliun yang kini berada dalam satu entitas pengelolaan, publik dan pasar kini menanti langkah konkret Danantara dalam mewujudkan kemandirian dan ketahanan ekonomi nasional melalui pengelolaan investasi negara yang lebih profesional, akuntabel, dan berkelanjutan.