Saturday, September 21, 2024
spot_img
HomeNewsNasionalBMKG: Gempa M5,5 yang Guncang Yogyakarta Efek Deformasi di Zona Megathrust

BMKG: Gempa M5,5 yang Guncang Yogyakarta Efek Deformasi di Zona Megathrust

NawaBineka – Gempa bumi tektonik berkekuatan M5,5 mengguncang wilayah Samudra Hindia, tepatnya di selatan Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Senin (26/8/2024) pukul 19.57 WIB. Awalnya, kekuatan gempa dilaporkan sebesar M5,8, namun kemudian diperbarui oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjadi M5,5.

Gempa ini dirasakan di sejumlah wilayah, seperti Madiun dan Cilacap. Menurut data BMKG, episenter gempa ini terletak pada koordinat 8,85° LS dan 110,17° BT, di laut pada jarak 107 km arah Barat Daya Gunungkidul dengan kedalaman 42 km. Gempa ini tidak berpotensi tsunami, sehingga masyarakat diimbau untuk tetap tenang.

Baca Juga: Perbandingan Mobil Listrik dan Mobil Hybrid, Kamu Pilih Mana?

Getaran gempa dirasakan cukup kuat di berbagai daerah. Di wilayah Sleman, Yogyakarta, Kulonprogo, dan Bantul, gempa dirasakan dengan skala intensitas III-IV MMI, yang artinya getaran dirasakan oleh banyak orang di dalam rumah.

Sementara di daerah Karangkates, Malang, Pacitan, Nganjuk, Trenggalek, Madiun, Kediri, Blitar, Cilacap, Banyumas, Solo, Surakarta, dan Klaten, gempa dirasakan dengan skala intensitas II-III MMI, atau getaran yang terasa seolah-olah ada truk besar yang melintas.

Titik Gempa di Gunungkidul, Yogyakarta. (Foto: X/@DaryonoBMKG)
Titik Gempa di Gunungkidul, Yogyakarta. (Foto: X/@DaryonoBMKG)

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengungkapkan, hingga pukul 07.00 WIB pada Selasa (27/8/2024), telah terjadi 77 kali gempa susulan (aftershock) dengan magnitudo terbesar M4,0 dan magnitudo terkecil M2,3.

Daryono menjelaskan, gempa ini merupakan jenis gempa bumi dangkal yang terjadi akibat deformasi batuan di bidang kontak antar lempeng, atau yang dikenal sebagai megathrust.

“Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust),” jelas Daryono.

Dalam dunia geologi, deformasi merujuk pada perubahan bentuk batuan akibat tekanan yang diterimanya. Dalam kasus ini, tekanan di bidang kontak antar lempeng di Samudra Hindia Selatan Pulau Jawa menyebabkan pergerakan yang memicu terjadinya gempa bumi.

Meskipun gempa ini termasuk dalam kategori megathrust, yang biasanya berpotensi memicu tsunami, Daryono menegaskan, gempa kali ini tidak memicu gelombang tsunami. Dia juga mengimbau, masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Baca Juga: Sejarah Bakso di Indonesia, Awalnya Dikenal dengan Nama “Rou Wan”

“Agar menghindari bangunan yang retak atau rusak akibat gempa. Periksa dan pastikan bangunan tempat tinggal Anda cukup tahan gempa, atau tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yang membahayakan kestabilan bangunan sebelum Anda kembali ke dalam rumah,” tutur Daryono.

Dengan informasi ini, diharapkan masyarakat dapat tetap waspada namun tidak panik, serta selalu mengikuti perkembangan lebih lanjut dari BMKG terkait aktivitas gempa susulan.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments