NawaBineka– Indonesia, sebagai negara penghasil energi, seharusnya memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan energi domestiknya sendiri. Namun, kenyataannya adalah Indonesia masih ketergantungan pada impor bahan bakar minyak (BBM), dengan sekitar 60% pasokan BBM impor berasal dari Singapura.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan keheranan ini dalam sebuah acara yang diadakan pada Rabu, 11 Desember 2024. Bahlil mengungkapkan bahwa dia merasa bingung dan geleng-geleng kepala saat mengetahui bahwa Singapura, yang tidak memiliki sumber minyak, menjadi salah satu sumber utama impor BBM bagi Indonesia.
Kondisi ini menggugah pertanyaan mengenai kebijakan dan strategi energi nasional yang ada saat ini. Mengapa Indonesia, yang memiliki sumber daya alam melimpah, justru mengimpor BBM dari negara yang tidak memproduksi minyak dan gas?
“Singapura nggak punya minyak, ya, tapi dia bisa impor ke Republik Indonesia 60%. Ini saya nggak ngerti teorinya dari mana. Tapi ini adalah by desain Bapak Ibu semua, by desain yang sudah mengakar,” kata Bahlil dalam pemaparan tersebut.
Fasilitas Penyimpanan Minyak Strategis
Dalam rangka mengurangi ketergantungan pada impor BBM, Bahlil juga mengumumkan rencana untuk membangun fasilitas penyimpanan minyak strategis di dekat Singapura. Fasilitas ini diharapkan mampu menyimpan cadangan minyak selama sekitar 30 hingga 40 hari.
Hal ini dianggap penting mengingat kapasitas cadangan minyak Indonesia saat ini hanya dapat bertahan untuk 21 hari dalam situasi darurat seperti kondisi perang. Keberadaan fasilitas ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan energi nasional, serta mengurangi dampak negatif dari ketergantungan terhadap impor.
Bahlil menyatakan perlunya tindakan yang cepat dan tegas dalam merespons situasi ini, agar Indonesia tidak hanya menjadi konsumen tetapi juga dapat memaksimalkan produksi energi domestiknya.
Konsekuensi Geopolitik dari Ketergantungan Energi
Kondisi ketergantungan Indonesia pada impor BBM dari Singapura juga membawa konsekuensi geopolitik yang serius. Dalam penyampaian Bahlil, dia mengingatkan bahwa potensi Indonesia menghadapi konflik atau perang akan sangat terpengaruh oleh ketersediaan energi.
Jika cadangan energi hanya cukup untuk 21 hari, maka hal ini berpotensi mengancam stabilitas nasional. Dari perspektif geopolitik, Indonesia harus memikirkan kembali strategi ketahanan energi jangka panjangnya.
Indonesia harus mengevaluasi tidak hanya sumber energi yang diimpor, tetapi juga potensi sumber energi yang dapat dimanfaatkan dari dalam negeri secara maksimal.
Tantangan untuk Memperbaiki Struktur Energi Nasional
Meskipun ada rencana untuk pembangunan fasilitas penyimpanan strategis, tantangan yang dihadapi Indonesia dalam memperbaiki struktur energi nasional masih sangat besar. Bahlil sendiri mencatat bahwa upaya mengoptimalkan sumur-sumur minyak yang ada dan merambah energi terbarukan memang merupakan langkah yang perlu dilakukan.
Namun, bagaimana mewujudkan transisi ini menjadi efisien dan berkelanjutan adalah tantangan tersendiri. Hal ini akan melibatkan kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat dalam mengembangkan solusi yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga ramah lingkungan.
Pada akhirnya, realisasi kebijakan energi yang lebih mandiri merupakan kunci bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada impor serta memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada.
Kesimpulan: Mencari Solusi Energi Berkelanjutan
Menteri Bahlil mengungkapkan keheranan dan bingungnya tentang ketergantungan Indonesia pada impor BBM dari Singapura, ketika Indonesia sendiri kaya akan sumber daya energi.
Rencana untuk membangun fasilitas penyimpanan minyak strategis dekat Singapura merupakan langkah positif, tetapi tidak cukup untuk mengatasi masalah ketergantungan jangka panjang.
Ke depan, menjadi penting bagi Indonesia untuk mengevaluasi ulang strategi energi nasionalnya dan menjadikan keberlanjutan sebagai prioritas utama. Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat memastikan kemandirian dalam energi dan menjawab tantangan global yang ada, termasuk mengatasi dampak perubahan iklim.