NawaBineka – Kasus penjualan bayi di Yogyakarta menjadi sorotan publik setelah berita mengenai 66 bayi yang diduga dijual oleh seorang bidan muncul ke permukaan. Kejadian ini mengundang perhatian luas karena melanggar prinsip dasar kemanusiaan dan etika medis.
Penjualan bayi adalah tindakan kriminal yang tak hanya menghancurkan masa depan anak-anak, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap tenaga medis. Penemuan ini berawal dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya praktik jual beli bayi di kalangan para bidan.
Setelah dilakukan penyelidikan, pihak kepolisian menemukan indikasi bahwa bayi-bayi tersebut dijual dengan modus yang cukup rapi, memanfaatkan celah hukum dan kepercayaan masyarakat terhadap bidan sebagai tenaga medis. Dalam situasi seperti ini, peran institusi kesehatan dan hukum sangat penting untuk melindungi hak anak.
Pengungkapan Kasus
Kasus ini bermula dari informasi yang diterima Polda DIY terkait dugaan perdagangan bayi. Tim penyidik selanjutnya melakukan penyelidikan hingga menyamar sebagai calon pengadopsi.
Operasi tangkap tangan dilakukan pada Rabu (4/12) di Rumah Bersalin Sarbini Dewi. Dalam operasi tersebut, polisi menangkap dua tersangka, yakni DM (77), pemilik rumah bersalin, dan JE (44), salah satu pegawainya.
Saat itu, keduanya sedang melakukan transaksi penjualan seorang bayi perempuan berusia 1,5 bulan seharga Rp 55 juta.
“Terindikasi ada kesepakatan pembelian anak perempuan senilai Rp 55 juta, dan DP Rp 3 juta ini kami dapatkan dari rekening tersangka,” kata Dirreskrimum Polda DIY FX Endriadi.
Dokumen-dokumen yang ditemukan di rumah bersalin tersebut mengungkapkan bahwa praktik ini telah berlangsung selama lebih dari satu dekade. Dari 2015 hingga 2024, tercatat 66 bayi telah dijual. Rinciannya adalah 28 bayi laki-laki, 36 bayi perempuan, dan dua bayi tanpa keterangan jenis kelamin.
Bayi-bayi ini diadopsi oleh pihak-pihak dari berbagai daerah, termasuk Papua, Nusa Tenggara Timur, Bali, dan Surabaya.
Modus Operandi Bidan
Modus penjualan yang digunakan oleh oknum bidan ini terbilang cukup canggih. Bukan hanya sekadar menjual bayi, namun bidan tersebut juga membangun jaringan dengan calo, broker, dan orang-orang yang ingin memiliki anak secara ilegal.
Mereka menawarkan berbagai paket ‘layanan’ yang bisa disesuaikan dengan keinginan calon orang tua.
Polda DIY menangkap JE (44) seorang bidan dan DM (77) pensiunan bidan yang menjual bayi perempuan senilai Rp 55 juta dengan modus adopsi. Dari penelusuran polisi keduanya sudah beraksi bertahun-tahun.
“Didapat informasi bahwa para tersangka telah melakukan penjualan atau berkegiatan sejak 2010,” kata Dirreskrimum Polda DIY FX Endriadi saat konferensi pers di Polda DIY, Kamis (12/12).
DM diketahui merupakan pemilik rumah bersalin. Berdasarkan, data yang didapat kepolisian hingga saat tertangkap pada tanggal Desember 2024 ada 66 bayi yang terdiri dari bayi laki-laki sebanyak 28 bayi dan bayi perempuan 36 bayi serta 2 bayi tanpa keterangan jenis kelaminnya yang telah dijual keduanya.
“Hasil pemeriksaan penyidik diketahui dari kegiatan kedua tersangka tersebut telah mendapatkan sebanyak 66 bayi. Bayi laki-laki 28 dan perempuan 36. Serta dua bayi tanpa keterangan jenis kelaminnya,” jelasnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Nugroho Arianto menjelaskan, bayi-bayi tersebut dijual dengan harga yang berbeda, mulai dari Rp55 juta hingga Rp85 juta. Perbedaan harga itu tergantung dari jenis kelamin bayi.
“Untuk bayi perempuan kisaran Rp 55 juta sampai Rp 65 juta. Dan bayi laki-laki Rp 65-85 juta,” jelas Kombes Pol Nugroho.
Dampak Sosial dan Psikologis
Dampak dari praktik ini sangat luas, tidak hanya bagi bayi yang menjadi korban, tetapi juga menciptakan trauma bagi pasangan yang terlibat. Bayi-bayi yang dijual pada umumnya lahir dari para wanita yang tidak mampu merawat atau menginginkan anaknya, juga dari wanita yang terjebak dalam kehamilan tidak diinginkan.
Bayi-bayi ini kehilangan hak untuk dibesarkan dengan kasih sayang orang tua biologis mereka dan sedang berada dalam situasi yang sangat rentan. Hal ini juga memberikan dampak negatif terhadap masyarakat, di mana terjadinya mistrust terhadap tenaga medis dan sistem kesehatan.
Banyak orang tua yang merasa takut untuk berkonsultasi dengan bidan atau dokter saat mengalami kehamilan, karena takut anak mereka akan dijual.
Pentingnya Edukasi dan Kesadaran Masyarakat
Edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya perawatan prenatal dan pascabersalin sangat dibutuhkan. Selain itu, kampanye untuk meningkatkan kesadaran akan langkah-langkah adopsi formal harus ditingkatkan.
Hal ini bertujuan agar masyarakat memahami alternatif yang sah untuk memiliki anak, tanpa harus terlibat dalam praktik ilegal yang membahayakan anak. Keluarga, sekolah, dan institusi kesehatan perlu bersinergi dalam menjalankan program-program ini agar pengetahuan dan kesadaran mengenai hak-hak anak, serta perlindungan terhadap anak dapat meningkat.
Dengan demikian, diharapkan masyarakat dapat menghindari jaringan kriminal yang memanfaatkan ketidakberdayaan mereka. Kasus 66 bayi yang dijual di Yogyakarta oleh seorang bidan menyoroti masalah serius dalam sistem kesehatan dan keberadaan praktik ilegal dalam masyarakat kita.
Penegakan hukum yang ketat, edukasi yang baik, dan sistem perlindungan yang kuat, diharapkan masa depan anak-anak kita dapat terjamin dan terlindungi dari tindakan kriminal yang merugikan.
Perlu kerjasama dari semua pihak untuk mencegah kasus serupa muncul di masa depan. Selain itu, percepatan akses terhadap layanan kesehatan yang aman dan terpercaya menjadi langkah penting dalam menghadapi problematika ini.