NawaBineka – Mendikbud Ristek Nadiem Makarim mengesahkan Permendikbud Ristek Nomor 12 Tahun 2024 yang salah satu isinya adalah tidak mewajibkan siswa sekolah untuk mengikuti ekstrakurikuler Pramuka.
Selama ini, Pramuka diwajibkan di sekolah sebagai salah satu aktivitas pengembangan diri siswa. Dalam kegiatannya, Pramuka mengajarkan para pesertanya berbagai keterampilan yang dibutuhkan ketika berada di alam bebas, seperti kode morse, memasak dengan perkakas seadanya, membangun tenda, tali-temali, hingga membangun api unggun.
Baca Juga: Mudik Lebaran Bukan Tradisi Orang Minang, karena Pantang Pulang “Merantau” Sebelum Kaya
Pramuka memiliki tujuan untuk membentuk karakter kuat setiap anggotanya, seperti mengembangkan kedisiplinan, keberanian, tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, dan hormat kepada diri sendiri, sesama, dan lingkungan.
Permen soal penghapusan Pramuka sebagai pilihan wajib di sekolah ditetapkan pada 25 Maret 2024 dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 26 Maret 2024. Hal itu lantas menuai pro dan kontra.
Kedudukan Pramuka Sama dengan Ekskul Lain

Menurut Deputi Bidang Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK, Warsito, Pramuka tetap digemari oleh para siswa walau kini bukan jadi ekstrakurikuler (ekskul) wajib di sekolah.
“Dan sebenarnya saya tak meragukan. Karena Pramuka ini kegiatan ekstra atau kegiatan sekolah yang tertua. Saya meyakini Pramuka jadi kepanduan yang paling digemari,” kata Warsito.
Baca Juga: Jimly Asshiddiqie Soroti Ide Pemakzulan Jelang Pemilu: Panik dan Takut Kalah
Warsito menjelaskan, kiprah Pramuka telah memberikan dampak nyata bagi para siswa sampai saat ini. Dia lalu mencontohkan, Pramuka ikut andil dalam memberikan rasa kedisiplinan, cinta tanah air dan kemandirian bagi siswa.
Kemenko PMK telah berkoordinasi dengan Kemendikbud terkait polemik Pramuka yang sudah tak jadi ekskul wajib di sekolah. Kemendikbud, kata Warsito, akan mengeluarkan petunjuk teknis (Juknis) khusus tentang kegiatan Pramuka.
Dia menegaskan, Pramuka nantinya akan sama dengan ekskul lainnya di sekolah. Bedanya, setiap satuap pendidikan akan memberikan fasilitas untuk ekskul Pramuka.
“Bahwa kedudukan ekstrakurikuler Kepramukaan itu sama dengan kepanduan-kepanduan yang lain, PMR atau yang lain, itu kedudukan yang sama. Tetapi yang membedakan, wajib satuan pendidikan memberikan fasilitas ataupun ekstrakurikuler terkait dengan Kepramukaan,” jelas dia.
Kwarnas Pramuka Sayangkan Polemik Permendikbud Ristek Nomor 12 Tahun 2024

Kwartir Nasional (Kwarnas) Pramuka sangat menyayangkan polemik tentang Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Perendikbudristek) yang telah “mencabut” kegiatan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah.
Menurut Mayjen TNI (Purn) Bachtiar Utomo, keputusan tersebut sangat disayangkan dan Kwarnas Pramuka meminta kepada Mendikbudristek Nadiem Makarim untuk meninjau kembali kebijakan tersebut, mengingat keberadaan Gerakan Pramuka sendiri dan sejarah pembentukannya merupakan keputusan negara dan pemerintahan itu sendiri.
Baca Juga: Ini Daftar 79 Negara Bebas Visa untuk Pemilik Paspor Indonesia
Bachtiar mengatakan, sejak dulu banyak regulasi sebagai bentuk dukungan negara untuk Gerakan Pramuka. Misalnya Kepres No.238 tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka, Kepres No.104 Tahun 2004 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, hingga dipertegas lagi dengan munculnya UU No.12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.
“Jadi kalau melihat pekembangan Gerakan Pramuka sampai sekarang sangatlah strategis dalam upaya pembangunan karakter bangsa, terlebih dalam membantu pencapaian tujuan pendidikan nasional itu sendiri, yaitu menciptakan manusia Indonesia yang bermartarbat, cerdas dan bertaqwa,” katanya.
Keberadaan Pramuka, juga tidak lepas dari paradigma pendidikan yang disebut Piramida pendidikan bahwa proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh tiga aspek utama, yaitu pendidikan formal, informal (keluarga) dan nonformal. Seharusnya Kemendikbudristek justru menjadi motor gerakan Pramuka.
“Jadi dalam melihat keberadaan gerakan Pramuka janganlah fatalistis, tetapi holistis yang memperhitungkan berbagai aspek dan ampu mencegah konflik yang tidak diharapkan. Seyogyanya Pramuka harus mendapat dukungan full dari ‘program Kurikulum Merdeka Kemendikbudristek,” katanya.
Dalam melihat pendidikan di masa depan, khususnya bagi Generasi Z, kita tidak bisa membiarkan melepas peserta didik begitu saja. Namun, hendaknya dilengkapi dengan isntrumen pangawasan dan pengendalian dan interaksi di lapangan secara nyata untuk memastikan secara riil kualitas peserta didik.
“Proses pendidikan tidak bisa melalui kegiatan online saja terutama dalam aspek nilai- nilai kepribadian tetapi melalui pembentukan contohnya sikap disiplin, semangat pantang menyerah, kejujuran atau integritas, rela berkorban dan kepedulian membutuhkan sentuhan secara langsung kepada peserta didik agar mempunyai sifat perilaku dan akhlak yang baik. Maka Pramuka menjadi tempat yang pas untuk membentuk hal tersebut,” demikian Bachtiar.
Komentar Istri Ridwan Kamil

Ketua Kwartir Daerah (Kwarda) Gerakan Pramuka Jawa Barat, sekaligus istri Ridwan Kamil, Atalia Praratya mengkritik kebijakan Nadiem Makarim soal aturan ekskul Pramuka.
“Kwarda Pramuka Jawa Barat menolak atas dikeluarkannya Permendikbudristek RI nomor 12 tahun 2024 bab V ketentuan penutup pasal 34,” tegas Atalia.
Istri Ridwan Kamil itu menyebut, aturan terbaru itu turut mencabut dan menyatakan tidak berlakunya Permendikbud nomor 63 tahun 2014 tentang pendidikan kepramukaan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Menurut Atalia, ada beberapa alasan dirinya menolak aturan Menteri Nadiem, salah satunya soal nilai sejarah yang panjang dari 1912 hingga dikokohkan dengan instruksi Presiden Soekarno pada tahun 1961 yang melebur lebih dari 100 organisasi kepanduan di Indonesia menjadi Pramuka.
“Gerakan pramuka, memuat berbagai hal yang sejalan dengan karakter pelajar Pancasila sesuai dengan harapan pemerintah. Hal itu juga tertuang dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2010,” urainya.
“Selain itu gerakan Pramuka juga menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, menjaga dan membangun negara kesatuan republik Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta lingkungan hidup,” sambung Atalia.
Dia menyarankan, kegiatan kepramukaan ini tetap jadi ekskul wajib di sekolah dan fokus pada pendidikan karakter melalui pengalaman langsung yang lengkap. Sehingga, gerakan pramuka menjadi bekal generasi muda menghadapi tantangan zaman yang berubah dari masa ke masa.
“Kami merekomendasikan bahwa kegiatan kepramukaan harus tetap menjadi ekstrakulikuler wajib di sekolah, dengan berbagai penyempurnaannya,” tutur Atalia.
Nadiem Dipanggil DPR

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf ikut mengomentari terkait polemik Pramuka yang tidak lagi jadi ekstrakurikuler (ekskul) wajib di sekolah.
Pendidikan Kepramukaan, sambung Dede, penting untuk membentuk karakter siswa didik. Sebab, Pramuka memiliki esensi pendidikan karakter yang melibatkan aspek-aspek mental, fisik, dan sosial.
Baca Juga: Prabowo dan Presiden China Xi Jinping Bertemu, Bahas Pertahanan hingga Pemberantasan Kemiskinan
Selain itu, kegiatan Pramuka mengajarkan siswa tentang nilai-nilai moral, disiplin, kerja sama, tanggung jawab, hingga kepemimpinan. Pendidikan karakter seperti itulah yang penting sebagai fungsi kontrol siswa dan sekolah.
Dia menjelaskan, Komisi X DPR RI berencana memanggil Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, pada Rabu (3/4/2024).
Komisi X DPR RI akan mendengarkan penjelasan dari Nadiem terkait dengan Peraturan Mendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah yang menyebutkan Pramuka tidak lagi menjadi ekstrakurikuler (ekskul) wajib di sekolah.