NawaBineka – Polri kembali menangkap seorang tersangka dalam kasus penipuan berbasis teknologi artificial intelligence (AI) deepfake yang mencatut nama Presiden Prabowo Subianto. Tersangka baru berinisial JS (25), ditangkap di Pringsewu, Lampung, pada 4 Februari 2025 oleh tim Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
Sebelumnya, polisi juga telah menangkap tersangka pertama dalam kasus ini, yakni AMA (29), yang juga berasal dari Lampung. Penipuan dilakukan dengan mengunggah video deepfake yang seolah-olah menampilkan Presiden Prabowo menawarkan bantuan keuangan, tetapi korban diharuskan mentransfer sejumlah uang terlebih dahulu agar dana bantuan cair.
Modus Penipuan Berbasis AI
Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Brigjen Himawan Bayu Adji menjelaskan bahwa JS menggunakan teknologi deepfake untuk memalsukan wajah dan suara yang menyerupai Presiden Prabowo Subianto serta Menteri Keuangan Sri Mulyani.
“Tersangka mengunggah dan menyebarluaskan video di platform media sosial Instagram dengan teknologi deepfake yang mencatut nama Presiden Prabowo dan Menkeu Sri Mulyani,” ujar Himawan dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025).
Menurut penyelidikan forensik digital Bareskrim Polri, video tersebut dibuat dengan teknologi Generative Adversarial Neural Network (GANN), yang menggabungkan beberapa elemen video ke dalam satu frame, sehingga tampak sangat meyakinkan bagi para korban.
Cara Tersangka Melancarkan Aksi
JS, yang sehari-hari bekerja sebagai buruh harian lepas, mengunduh video dari akun lain dengan kata kunci “Prabowo Give Away”, lalu mengunggahnya di akun Instagram miliknya, @Indoberbagi, yang memiliki 9.399 pengikut.
Di dalam unggahan itu, JS mencantumkan nomor WhatsApp dan menghubungi calon korban yang tertarik dengan tawaran bantuan fiktif tersebut. Korban diminta mentransfer uang sebagai biaya administrasi, padahal bantuan yang dijanjikan tidak pernah ada.
“Berdasarkan hasil penyelidikan, tersangka telah menjalankan aksi sejak Desember 2024 dan telah menipu 100 orang dari 20 provinsi dengan total kerugian mencapai Rp 65 juta,” ungkap Himawan.
Korban terbanyak berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Papua.
Latar Belakang Pelaku dan Potensi Motif Lain
JS diketahui merupakan lulusan SMK jurusan Teknik Komputer Jaringan, yang memungkinkan dirinya memiliki pengetahuan dasar dalam teknologi informasi dan jaringan.
Polisi juga tengah mendalami kemungkinan motif lain di luar ekonomi, seperti motif politik atau sosial, mengingat deepfake sering digunakan untuk agenda propaganda atau manipulasi opini publik.
“Motifnya sementara masih ekonomi, tapi mengingat dampak luas deepfake, tidak menutup kemungkinan ada motif lain seperti politik atau propaganda,” tambah Himawan.
Polri Terus Lakukan Patroli Siber
Bareskrim Polri menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berhenti dalam melakukan patroli siber untuk mendeteksi penggunaan deepfake dalam kejahatan digital.
“Kami terus melakukan patroli siber untuk mengantisipasi penyalahgunaan AI dalam tindak kejahatan. Kasus ini menjadi peringatan bahwa masyarakat harus lebih waspada terhadap modus penipuan berbasis teknologi deepfake,” kata Himawan.
Masyarakat diimbau tidak mudah percaya terhadap video atau promosi di media sosial yang mengatasnamakan pejabat negara, serta selalu melakukan verifikasi informasi sebelum melakukan transaksi keuangan apa pun.