NawaBineka – Polemik pagar laut di sepanjang garis pantai Kabupaten Tangerang, Banten, kini memasuki babak baru. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan bahwa ada 263 Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang berseliweran di area tersebut.
Namun, sertifikat ini sedang dievaluasi untuk memastikan kesesuaiannya dengan garis pantai terbaru. Nusron menyatakan, pihaknya bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk membandingkan data dokumen pengajuan sertifikat yang diterbitkan sejak 1982 dengan garis pantai terbaru hingga 2024.
“Jika ditemukan bahwa sertifikat tersebut berada di luar garis pantai atau memiliki cacat material, prosedural, atau hukum, maka sertifikat tersebut dapat dibatalkan tanpa melalui proses pengadilan, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021,” ujar Nusron dalam siaran pers, Selasa (21/1/2025).
Pemilik HGB dan Sertifikat di Kawasan
Sebanyak 234 bidang HGB tercatat atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang dimiliki oleh PT Cahaya Inti Sentosa, dan sembilan bidang dimiliki perseorangan. Selain itu, ditemukan 17 bidang dengan status Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan tersebut.
Pagar laut yang memicu kontroversi ini berbahan bambu dengan panjang sekitar 30,16 kilometer, membentang dari Desa Muncung hingga Pakuhaji. Keberadaannya menimbulkan pertanyaan hukum terkait status kepemilikan lahan di garis pantai.
Tindakan Pemerintah dan TNI AL
Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono telah melaporkan isu ini kepada Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuan di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (20/1/2025). Dalam pertemuan tersebut, Menteri Trenggono menekankan pentingnya koordinasi sebelum mengambil langkah pembongkaran.
Sebelumnya, TNI Angkatan Laut memulai pembongkaran pagar laut pada Sabtu (18/1/2025). Namun, langkah tersebut mendapat kritik karena tidak adanya koordinasi dengan Kementerian KP.
“Kami menyayangkan tidak adanya komunikasi sebelumnya terkait pembongkaran ini,” ujar Trenggono.
Evaluasi dan Langkah Ke Depan
Kementerian ATR/BPN menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan masalah ini secara transparan. Jika ditemukan pelanggaran, sertifikat yang tidak sesuai dengan peraturan akan dibatalkan.
“Proses evaluasi ini menjadi langkah penting untuk memastikan keadilan dan kepastian hukum terkait kepemilikan lahan di kawasan pesisir,” tegas Nusron.
Polemik ini menyoroti pentingnya tata kelola lahan di kawasan pesisir yang sensitif. Selain berdampak pada hukum dan ekonomi, pengelolaan kawasan pantai juga berkaitan erat dengan konservasi lingkungan dan keberlanjutan.
Pemerintah diharapkan dapat menyelesaikan masalah ini dengan langkah tegas dan berkeadilan, demi melindungi kepentingan masyarakat dan negara.