NawaBineka – Pernyataan kontroversial Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menyarankan agar negara Palestina didirikan di Arab Saudi menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Salah satu respons paling tajam datang dari anggota Dewan Syura Arab Saudi, Yousef bin Trad Al-Saadoun, yang menanggapi usulan tersebut dengan sindiran pedas.
Dalam opininya yang dimuat di surat kabar Saudi Okaz, Al-Saadoun menyatakan jika Netanyahu serius dengan usulannya, maka Amerika Serikat sebaiknya juga mempertimbangkan untuk memindahkan Israel ke Alaska, dan nantinya berpindah ke Greenland setelah wilayah itu dicaplok.
Pernyataan ini bukan sekadar sindiran, tetapi juga bentuk kritik terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat di Timur Tengah yang dinilai gegabah dan cenderung mengabaikan saran para ahli. Menurutnya, kebijakan AS secara resmi mendukung pendudukan ilegal atas tanah berdaulat serta pembersihan etnis yang telah lama dilakukan Israel, yang ia kategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
“Siapa pun yang memahami sejarah Israel akan menyadari bahwa rencana ini jelas dibuat dan disetujui oleh Zionis, lalu diserahkan kepada sekutu mereka untuk diumumkan dari Gedung Putih,” tulis Al-Saadoun dalam opininya, dikutip dari Middle East Monitor, Jumat (9/2).
Meskipun Dewan Syura Arab Saudi tidak memiliki wewenang legislatif, badan ini memiliki peran penting dalam memberikan rekomendasi kepada raja mengenai kebijakan negara, termasuk dalam isu Palestina.
Netanyahu Kembali Tuai Kontroversi
Pernyataan Netanyahu yang memicu kontroversi itu muncul dalam wawancara dengan Channel 14 Israel pada Kamis (8/2). Ia menyinggung kemungkinan Arab Saudi menciptakan negara Palestina di wilayah mereka, dengan alasan bahwa negara tersebut memiliki cukup banyak lahan untuk itu.
Namun, pernyataan ini bertentangan dengan posisi resmi Arab Saudi yang menegaskan bahwa normalisasi hubungan dengan Israel hanya bisa terjadi jika ada jalur yang jelas menuju pembentukan negara Palestina yang berdaulat.
Usulan Netanyahu langsung mendapat kecaman dari berbagai pihak. Kementerian Luar Negeri Palestina menilai pernyataan tersebut sebagai tindakan rasis dan anti-perdamaian, serta sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap kedaulatan Arab Saudi.
Hussein Al-Sheikh, Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), juga menegaskan bahwa Palestina hanya bisa berdiri di tanah mereka sendiri, bukan di tempat lain.
Sementara itu, pemerintah Mesir turut mengecam pernyataan Netanyahu, menyebutnya sebagai pernyataan yang “tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diterima.” Kementerian Luar Negeri Mesir menyatakan bahwa usulan tersebut merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan Arab Saudi serta bertentangan dengan hukum internasional dan Piagam PBB.
Pernyataan Netanyahu semakin memperumit upaya diplomasi di Timur Tengah, terutama terkait dengan perundingan damai dan kemungkinan normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab. Hingga kini, tekanan dari berbagai pihak terus meningkat agar Israel menghentikan retorika provokatif dan mengakui hak-hak Palestina atas tanah mereka sendiri.