NawaBineka – Rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang digelar pada Rabu, 21 Agustus 2024, membahas revisi UU Pilkada yang menyepakati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat baru bagi partai politik dalam mengusung calon kepala daerah. Kesepakatan ini berdampak langsung pada PDIP yang terancam tidak bisa mengusung calon gubernur dan wakil gubernur sendiri di Pilkada Jakarta.
Putusan MK, yang dibacakan dalam perkara nomor 60/PUU-XXII/2024, mengubah syarat bagi partai politik untuk mengusung calon kepala daerah. Kini, partai peserta pemilu dapat mengusung calon kepala daerah meskipun tidak memiliki kursi di DPRD.
Baca Juga: Peringatan Darurat Menggema di Jagat Maya, Ada Apa?
Perkara ini awalnya diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora, yang menggugat Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada. MK kemudian menyatakan pasal tersebut tidak sesuai dengan UUD 1945 dan mengubah Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada untuk mengakomodasi partai yang tidak memiliki kursi DPRD.
Rapat Baleg DPR, yang dipimpin oleh Achmad Baidowi (Awiek), membahas usulan perubahan substansi Pasal 40 UU Pilkada setelah putusan MK tersebut. Dalam rapat, disepakati partai politik yang memiliki kursi di DPRD harus tetap memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah tersebut untuk dapat mengusung pasangan calon.

Namun, partai tanpa kursi di DPRD juga dapat mengusung calon gubernur dan wakil gubernur dengan ketentuan persentase suara yang berbeda, berdasarkan jumlah penduduk di daerah tersebut.
Meskipun hal ini dianggap mengakomodir partai nonparlemen, putusan tersebut justru menutup peluang PDIP untuk mengusung calon gubernur dan wakil gubernur sendiri di Pilkada DKI Jakarta.
PDIP yang memperoleh 14,01% suara dalam Pileg DPRD DKI 2024, tidak memenuhi syarat minimal 20% kursi DPRD atau 25% suara untuk mengusung calon sendiri. Dengan partai-partai lain yang memiliki kursi DPRD Jakarta sudah berkoalisi mengusung Ridwan Kamil-Suswono sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, PDIP kini harus mencari rekan koalisi dari partai lain untuk memenuhi syarat pencalonan di Pilkada Jakarta.
“Ini sebenarnya kan mengadopsi putusan MK yang mengakomodir partai nonparlemen bisa mencalonkan kepala daerah. Jadi sudah bisa mendaftarkan juga ke KPU, kan sebelumnya nggak bisa, setuju ya?” ujar Awiek, Rabu (21/8/2024).
Peserta rapat, termasuk pemerintah dan DPD pun setuju. “Disetujui Panja 21 Agustus 2024, usulan DPR,” demikian tertulis dan ditayangkan di layar ruang rapat.
Sementara anggota Baleg DPR dari PAN, Yandri Susanto, menegaskan bahwa partai yang memiliki kursi di DPRD tetap harus mengacu pada syarat 20% kursi untuk mengusung pasangan calon, dan syarat ini tidak bisa dicampur dengan persyaratan suara partai yang tidak memiliki kursi DPRD.
“Yang punya kursi itu tetap mengacu 20%, nggak bisa di-mix, kacau nanti kalau sebagian pakai kursi sebagian pakai suara,” ujar Yandri.
Keputusan ini memperkecil peluang PDIP untuk mengusung calon sendiri di Pilkada DKI Jakarta, memaksa partai tersebut mencari jalan lain melalui koalisi jika ingin tetap berpartisipasi dalam kontestasi politik ibu kota.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membacakan putusan yang mengubah syarat bagi partai politik untuk mengusung calon kepala daerah. Kini, partai peserta pemilu dapat mengusung calon kepala daerah meski tidak memiliki kursi di DPRD.
Baca Juga: Bahlil Lahadalia Jadi Ketum Golkar: Jangan Main-Main dengan “Raja Jawa”
Perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 itu diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora. Pasal yang digugat oleh Buruh dan Gelora itu ialah Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada. MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) itu tidak sesuai dengan UUD 1945.
MK juga menyatakan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada harus diubah karena masih terkait dengan Pasal 40 ayat (3). Perubahan pasal itu membuat partai pemilik kursi DPRD ataupun tak punya kursi DPRD bisa mengusung calon kepala daerah dengan persentase berjenjang.
Putusan itu disambut sukacita oleh PDIP, terutama di Jakarta. PDIP senang karena merasa perubahan pasal itu membuka peluang mereka mengusung cagub-cawagub sendiri di Pilkada DKI Jakarta. Diketahui, PDIP saat ini merupakan satu-satunya partai pemilik kursi DPRD yang belum mengusung calon di Pilkada DKI.
Adapun isi pasal yang membuat PDIP merasa bisa mengusung cagub-cawagub DKI sendiri ialah:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut.

Baca Juga: Aksi Bullying Program PPDS Kembali Terjadi, Unpad Langsung Pecat 2 Dokter Residen
Daftar pemilih tetap (DPT) di Jakarta berdasarkan data KPU pada Pemilu 2024 berjumlah 8.252.897. Sementara PDIP memperoleh 850.174 (14,01%) suara dalam Pileg DPRD DKI 2024. Keberadaan putusan MK itu pun memberi lampu hijau bagi PDIP untuk bisa mengusung jagoannya sendiri di Pilkada Jakarta.
Sehari setelah putusan MK diketok, Baleg DPR langsung menggelar rapat. Baleg DPR menggelar rapat panitia kerja (Panja) membahas usulan perubahan substansi pasal 40 UU Pilkada setelah putusan MK. Berikut ini draf yang ditampilkan dan dibacakan dalam rapat dan kemudian disetujui:
Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan
(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.
Baca Juga: Jokowi Naikkan Tukin KPU Sebesar 50% Jelang Pilkada Serentak
(3) Partai Politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD kabupaten/kota dapat mendaftarkan calon Bupati dan calon Wakil Bupati atau calon Walikota dan calon Wakil Walikota dengan ketentuan:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.