NawaBineka – All Eyes on Papua menggema dan bikin heboh di media sosial X beberapa hari terakhir. Poster tersebut banyak dibagikan netizen seperti poster dengan kalimat serupa yang menyuarakan penderitaan rakyat Palestina di Jalur Gaza akibat serangan Israel ke Rafah.
Lalu ada apa dengan Bumi Cendrawasih?
Berdasarkan informasi, rakyat Papua sedang direnggut paksa haknya oleh pengusaha sehingga pengunggah meminta netizen untuk ikut bersuara. Sebab, hutan rakyat Papua dirampas untuk perkebunan sawit.
Baca Juga: Kondisi Shah Rukh Khan Membaik Usai Alami Heat Stroke saat India Dihantam Gelombang Panas
Sementara akun @machigyu pada Jumat menayangkan video masyarakat adat Awyu, Papua menggelar aksi di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, karena hutan adat mereka diserobot perusahaan sawit.
“Masyarakat adat awyu Papua berdemo di depan MA. Mereka menyampaikan hutan adat tempat tinggal mereka diserobot perusahaan sawit. And no one cares. ALL EYES ON PAPUA,” cuit @machigyu.
Satu lagi di dalam negeri
— 🐨 𝙼𝚊𝚌𝚑𝚒誓い⛈️ (@machigyu) May 31, 2024
Masyarakat adat awyu Papua berdemo di depan MA. Mereka menyampaikan hutan adat tempat tinggal mereka diserobot perusahaan sawit.
And no one cares.
ALL EYES ON PAPUA
ALL EYES ON PAPUA#Alleyesonpapua #Alleyesonpapua pic.twitter.com/sHvY3rJpq2
Masyarakat adat Papua minta hutannya dikembalikan dan poster All Eyes on Papua berkaitan dengan permintaan masyarakat adat Awyu dan Moi agar hutannya dikembalikan.
Hutan masyarakat Awyu saat ini sudah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia melalui Proyek Tanah Merah. Proyek tersebut dioperasikan oleh tujuh perusahaan, yakni PT MJR, PT KCP, PT GKM, PT ESK, PT TKU, PT MSM, dan PT NUM.
Baca Juga: Bikin Bangga! NIKI Jadi Penyanyi Indonesia Pertama yang Tampil di Jimmy Kimmel
Tak hanya itu, pemerintah provinsi juga mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT IAL. PT tersebut mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektar yang sebagian berada di hutan adat marga Moro, bagian dari suku Awyu.
Pemberian izin lingkungan kepada PT IAL kemudian digugat oleh Hendrikus Woro yang kini tengah bergulir di MA. Atas pembukaan perkebunan sawit di Bumi Cenderawasih, suku Awyu dari Boven Digoel dan suku Moi di Sorong menggelar aksi damai di depan Gedung MA, Senin (27/5/2024). Mereka mengenakan baju khas suku masing-masing sambil menggelar ritual adat dan memanjatkan doa. Suku Awyu dan Moi meminta supaya MA menjatuhkan putusan dan membatalkan izin perusahaan sawit yang sedang mereka lawan.
Suku Awyu dan Moi diketahui menggugat PT IAL, namun juga mengajukan kasasi atas PT KCP dan PT MJR. Suku Awyu sebelumnya kalah ketika mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Mereka kemudian mengajukan banding dan dimenangkan oleh hakim PTUN Jakarta. Di sisi lain, suku Moi juga sedang melakukan perlawanan terhadap PT SAS yang menggunduli 18.160 hektar hutan adat untuk perkebunan sawit.
PT SAS sempat memegang konsesi seluas 40.000 hektar lahan di Kabupaten Sorong, namun pemerintah mencabut izin pelepasan kawasan hutan dan izin usaha pada 2022. Keputusan pemerintah tersebut kemudian direspons melalui gugatan ke PTUN Jakarta.
Baca Juga: Penyakit Paru Obstruktif Kronis Menyerang Perokok Usia Muda, Apa Itu?
💚 jangan lupa untuk bantu saudara kita di Papua dengan tanda tangan petisinya.
— Tanyarl 💚 (@tanyakanrl) June 2, 2024
ALL EYES ON PAPUA
ALL EYES ON PAPUA
ALL EYES ON PAPUA pic.twitter.com/S92DawJJDF
Suku Awyu melawan pembabatan hutan adat untuk pembukaan perkebunan sawit adalah salah satu dari ratusan kelompok suku adat di Papua. Suku tersebut mendiami beberapa wilayah di Kabupaten Mappi dan Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan.
Selain itu, Suku Awyu yang menggunakan dialek Awyu juga bermukim di dekat Sungai Bamgi, Sungai Edera, Sungai Kia, Sungai Mappi, Sungai Pesue dan Asue, dan Sungai Digoel, serta daerah lahan gambut dan rawa.
Sedangkan suku Moi yang berupaya menyelamatkan hutan adatnya dari kemusnahan banyak ditemui di sebagian daerah Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya. Ada tujuh kelompok di Suku Moi, yakni Moi Kelim, Moi Abun That, Moi Abun Jhi, Moi Salkma, Moi Klabra, Moi Lemas, dan Moi Maya.
Baca Juga: Bikin Bangga! Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal RI Ternyata Salip AS hingga Jepang