NawaBineka – Kasus perundungan (bullying) kembali mencuat di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), kali ini terjadi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan melibatkan interaksi antara dokter pengajar dan dokter residen dari Universitas Padjadjaran (Unpad).
Direktur Utama RSHS, dr. Rachim Dinata Marsidi, membenarkan adanya tindakan perundungan tersebut dan mengungkapkan, tindakan tegas telah diambil terhadap para pelaku bullying.
“Kasus ini terjadi beberapa bulan lalu di spesialis bedah saraf. Kami akan terus memberantas perundungan dan melindungi korban,” kata dokter Rachim.
Menurut dokter Rachim, pihaknya berkomitmen melindungi korban yang melapor dan menerapkan sanksi yang sesuai bagi pelaku perundungan atau bullying, termasuk skorsing atau pengeluaran dari program PPDS jika diperlukan.
Kasus ini pertama kali terungkap setelah seorang peserta didik bedah saraf mengajukan permohonan pengunduran diri pada Juni 2024. Klarifikasi dari dekanat Fakultas Kedokteran Unpad mengungkap dugaan perundungan yang melibatkan permintaan penyewaan kamar hotel, pengeluaran uang hingga Rp65 juta per orang.

Komite Etik dan Hukum RSHS menyimpulkan bahwa perundungan memang terjadi dan melanggar sejumlah aturan, sehingga menyerahkan keputusan sanksi kepada Dekan FK Unpad dan Rektor Unpad.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) Prof. Dr. Yudi Mulyana Hidayat, dr., SpOG(K)-Onk, DMAS menyatakan, telah memberikan sanksi berat berupa pemecatan kepada dua dokter residen senior Sp1 PPDS Bedah Saraf FK Unpad atas dugaan perundungan terhadap para juniornya.
Baca Juga: MK Ubah Syarat Pilkada, PDIP Bisa Usung Cagub di Jakarta
Selain memecat dua dosen, FK Unpad juga memberikan sanksi berat pada satu dosen yang terlibat sebagai pelaku perundungan, dan sanksi ringan kepada tujuh pelaku lainnya. Tim investigasi juga memberikan surat peringatan dan teguran kepada kepala departemen dan ketua program studi.
Diketahui, dugaan aksi perundungan di lingkungan PPDS Bedah Saraf Unpad di RSHS Bandung diketahui usai seorang peserta didik bedah saraf Unpad menyatakan mundur pada Juni 2024. Permohonan pengunduran diri ini diklarifikasi oleh pihak Dekanat FK Unpad, yang kemudian mengungkap dugaan perundungan yang dialami oleh mahasiswa tersebut.
Dalam dokumen Komite Etik, Disiplin, dan Antiperundungan terungkap bahwa peserta didik diminta menyewa kamar di salah satu hotel dekat RSHS selama enam bulan. Selain itu, mereka juga diharuskan mengeluarkan uang hingga Rp65 juta per orang untuk keperluan sewa kamar hotel dan kebutuhan senior, yang termasuk hiburan seperti minum-minum dan penyewaan mobil.
Temuan lain yang diungkap adalah dugaan pelecehan verbal hingga kekerasan fisik yang dilakukan oleh para senior terhadap peserta didik PPDS di RSHS.
Sebelumnya, seorang mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) bernama dr. Aulia Risma Lestari diduga nekat bunuh diri akibat perundungan (bullying) yang dialaminya selama mengikuti program dokter spesialis tersebut.
Aulia ditemukan tak bernyawa di kamar kosnya pada 12 Agustus 2024, diduga setelah menyuntikkan obat bius ke dalam tubuhnya sendiri. Dia diduga mengalami tekanan psikologis dan perundungan (bullying) selama menjalani pelatihan PPDS di RSUP Kariadi Semarang.
Baca Juga: Jokowi Naikkan Tukin KPU Sebesar 50% Jelang Pilkada Serentak
Kasus ini pun mendapat atensi publik dan sedang diinvestigasi oleh Kemenkes bersama Kemendikbudristek. Bahkan Kemenkes mengambil langkah untuk menghentikan sementara program PPDS Anestesi di Undip sebagai bentuk evaluasi menyeluruh.
“Itu sebabnya kita berhentikan sementara. Supaya penyelidikan ini bisa dilakukan dengan cepat bersih dan transparan bebas dari intimidasi yang sekarang terjadi,” ujar Menkes Budi.

Budi menambahkan, kementeriannya tidak berencana menutup selamanya PPDS Anestasi Universitas Diponegoro. Penutupan sementara ini semata-mata untuk menciptakan situasi yang nyaman agar para junior peserta didik Anestesi bisa berbicara bebas tanpa dibayangi rasa takut dan ancaman dari seniornya.
“Dengan begitu kita bisa ambil tindakan yang tegas dan kemudian insya Allah bisa dibuka kembali,” ujar dia.
Budi menambahkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim untuk menindaklanjuti kasus ini.
“Kita berdua ingin benar-benar membereskan dan menghilangkan praktek bullying ini selama-lamanya karena ini tidak baik. Bahkan korban jiwa tidak hanya hari ini saja biasanya ditutup-tutupi, baru kali ini saja ini terbuka. Dan kita akan beresin ini secepat mungkin,” tegas dia.
Baca Juga: Peluang Anies Baswedan di Pilkada Jakarta Kembali Terbuka, tapi Harus Diusung PDIP